Sebilah keris bukan hanya mengandung nilai estetika semata, namun juga harus dilihat kekuatan metafisika atau nilai magis tertentu. Karena itu dalam tradisi Jawa dikenal beberapa etika yang perlu untuk diketahui dalam memperlakukan keris sekaligus menghormati nilai-nilai filosofis yang tersimpan dalam keris untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan.
SEBAGAI sebuah warisan budaya material, keris memiliki nilai estetika yang tinggi. Lihat saja betapa lekukan/luk dan guratan-guratan yang terbentuk pada bilah keris/pamor yang sangat indah mampu untuk menunjukkan bagaimana para empu pembuat keris dahulu mempunyai pemaknaan yang tinggi akan nilai keindahan.
Nah, seiring dengan perkembangan zaman, tingginya nilai estetika dari sebuah keris sekarang ini seringkali menjadi sebuah dalih bagi sebagian masyarakat untuk mengagumi keberadaan keris sebagai salah satu kazanah kekayaan budaya bangsa. Pameran-pameran keris mulai sering diselenggarakan, seminar tentang keris beberapa kali digelar dan sejumlah kolektor baru pun bermunculan. Hal ini tentu saja sangat menggembirakan karena hal itu menunjukkan bahwa di masyarakat telah tumbuh kesadaran untuk turut memiliki keris sebagai warisan budaya leluhurnya. Apalagi kini telah diakui di dunia internasional sebagai warisan budaya dunia oleh UNESCO.
Tetapi kesadaran seperti itu bisa menjadi salah kaprah karena menyandarkan penilaian keris akan kategori-kategori estetika semata bisa menjadi sebuah perangkap. Di dalam keris, selain ada kategori estetika, juga ada nilai-nilai spiritual-magis. Bahkan jika melihat cerita-cerita di masa lalu justru nilai spiritual-magis ini seringkali melampaui nilai estetika keris. Seperti dalam cerita tentang keris Empu Gandring yang secara estetis masih belum sempurna, tetapi telah memiliki kekuatan magis yang besar.
Untuk mempertimbangkan kekuatan magis yang tersimpan di dalam keris diperlukan tata cara, sebuah prosedur yang mengatur tingkah laku dan batasan-batasan dalam memperlakukan keris agar terhindar dari hal-hal buruk yang sangat mungkin terkandung dalam keris. Inilah yang disebut dengan etika atau adab dalam bahasa lain. Sebuah kuasa manusia untuk merekayasa dan menundukkan kekuatan tak lazim yang mengendap dalam sebuah benda melalui mekanisme laku.