Selain hobi mengoleksi barang pusaka berupa keris, mantan Kepala Korps Lalu Lintas Kepolisian RI Inspektur Jenderal Djoko Susilo juga berbisnis keris.
Hal ini diungkapkan kolektor keris, Indrajaya Februardi, saat bersaksi dalam persidangan kasus dugaan korupsi dan pencucian uang proyek simulator ujian surat izin mengemudi (SIM) dengan terdakwa Djoko Susilo di Pengadilan Tindak Pidana Korupi Jakarta, Selasa (16/7/2013).
Indrajaya yang mengaku kenal Djoko sejak 1998 itu kerap menjadi perantara penjualan keris Djoko. Dia mengaku pernah menjual keris Djoko kepada orang asing dengan harga cukup tinggi, yakni sekitar 680.000 euro dengan kurs sekitar Rp 9.500 atau setara Rp 6,4 miliar.
“Tahun 1999 kebetulan ada temannya teman saya dari Jerman. Dia kolektor pusoko (pusaka), kebetulan yang dicari itu ada pada beliau (Djoko Susilo). Namanya Andreas Gudsman, tahun 1999 ada transaksi antara mereka, dan saya sebagai perantaranya,” tutur Indrajaya.
Dari jasanya menjualkan keris tersebut, Indrajaya mengaku dapat untung cukup besar. “Fee-nya saja saya bisa beli mobil waktu itu,” ucap Indra.
Namun, saat ditanya majelis hakim apakah keris itu dapat dibawa ke persidangan, Indra tidak menyanggupinya. Selain menjual keris, Indra mengungkapkan bahwa Djoko juga pernah membeli 16 keris darinya senilai total Rp 1,7 miliar. Keris-keris itu dibeli Djoko dari Indra sekitar 2004.
Menurut Indrajaya, Djoko membayar keris tersebut dengan memberikan rumahnya di Pesona Khayangan, Depok, Jawa Barat. Rumah tersebut harganya sekitar Rp 1,6 miliar. “Beliau memberikan rumah digantikan keris,” tutur Indrajaya.
Kepada majelis hakim, Indra mengaku kenal Djoko sejak 1998, atau sejak dia aktif di Kodam V Brawijaya. Dia mengaku pertama kali bertemu Djoko saat berkunjung ke rumah Kepala Polri ketika itu, Jenderal (Purn) Roesmanhadi.
“Saya sowan ke rumah Pak Rusman di kediaman Kapolri. Keluar dari sana, ketemu beliau, dikenalkan,” tuturnya. Kemudian, hubungan Indra dengan Djoko berlanjut dan keduanya terlibat bisnis jual beli keris.
Indra juga mengatakan, Djoko memiliki koleksi keris yang jumlahnya lebih dari 200. Keris-keris tersebut, menurut Indra, dititipkan kepadanya dan dicuci setiap 1 Suro. Sekitar 200 lebih keris Djoko ini, menurut Indra, mulanya akan disita penyidik KPK. Namun, penyidik KPK tidak jadi menyitanya setelah Indra mengatakan tidak akan bertanggung jawab jika terjadi hal-hal yang tidak diinginkan mengingat keris-keris itu disebutnya sebagai benda pusaka.
“Saya bilang ke penyidik silakan saja kalau mau menyita. Tapi saya enggak ikut-ikutan. Tapi akhirnya enggak jadi diambil,” kata Indra.
Menanggapi kesaksian Indrajaya ini, Djoko mengakui pernah menukar rumahnya dengan keris. “Memang benar 16 keris itu harganya Rp 1,7 miliar dengan kompensasi rumah,” ujar Djoko.
Seperti diketahui, selain didakwa melakukan tindak pidana korupsi, Djoko didakwa melakukan tindak pidana pencucian uang dengan menyamarkan hartanya yang diduga berasal dari tindak pidana korupsi. Harta kekayaan Djoko dianggap tidak sesuai dengan profilnya sebagai Kepala Korps Lalu Lintas Kepolisian RI.
Hal ini diungkapkan kolektor keris, Indrajaya Februardi, saat bersaksi dalam persidangan kasus dugaan korupsi dan pencucian uang proyek simulator ujian surat izin mengemudi (SIM) dengan terdakwa Djoko Susilo di Pengadilan Tindak Pidana Korupi Jakarta, Selasa (16/7/2013).
Indrajaya yang mengaku kenal Djoko sejak 1998 itu kerap menjadi perantara penjualan keris Djoko. Dia mengaku pernah menjual keris Djoko kepada orang asing dengan harga cukup tinggi, yakni sekitar 680.000 euro dengan kurs sekitar Rp 9.500 atau setara Rp 6,4 miliar.
“Tahun 1999 kebetulan ada temannya teman saya dari Jerman. Dia kolektor pusoko (pusaka), kebetulan yang dicari itu ada pada beliau (Djoko Susilo). Namanya Andreas Gudsman, tahun 1999 ada transaksi antara mereka, dan saya sebagai perantaranya,” tutur Indrajaya.
Dari jasanya menjualkan keris tersebut, Indrajaya mengaku dapat untung cukup besar. “Fee-nya saja saya bisa beli mobil waktu itu,” ucap Indra.
Namun, saat ditanya majelis hakim apakah keris itu dapat dibawa ke persidangan, Indra tidak menyanggupinya. Selain menjual keris, Indra mengungkapkan bahwa Djoko juga pernah membeli 16 keris darinya senilai total Rp 1,7 miliar. Keris-keris itu dibeli Djoko dari Indra sekitar 2004.
Menurut Indrajaya, Djoko membayar keris tersebut dengan memberikan rumahnya di Pesona Khayangan, Depok, Jawa Barat. Rumah tersebut harganya sekitar Rp 1,6 miliar. “Beliau memberikan rumah digantikan keris,” tutur Indrajaya.
Kepada majelis hakim, Indra mengaku kenal Djoko sejak 1998, atau sejak dia aktif di Kodam V Brawijaya. Dia mengaku pertama kali bertemu Djoko saat berkunjung ke rumah Kepala Polri ketika itu, Jenderal (Purn) Roesmanhadi.
“Saya sowan ke rumah Pak Rusman di kediaman Kapolri. Keluar dari sana, ketemu beliau, dikenalkan,” tuturnya. Kemudian, hubungan Indra dengan Djoko berlanjut dan keduanya terlibat bisnis jual beli keris.
Indra juga mengatakan, Djoko memiliki koleksi keris yang jumlahnya lebih dari 200. Keris-keris tersebut, menurut Indra, dititipkan kepadanya dan dicuci setiap 1 Suro. Sekitar 200 lebih keris Djoko ini, menurut Indra, mulanya akan disita penyidik KPK. Namun, penyidik KPK tidak jadi menyitanya setelah Indra mengatakan tidak akan bertanggung jawab jika terjadi hal-hal yang tidak diinginkan mengingat keris-keris itu disebutnya sebagai benda pusaka.
“Saya bilang ke penyidik silakan saja kalau mau menyita. Tapi saya enggak ikut-ikutan. Tapi akhirnya enggak jadi diambil,” kata Indra.
Menanggapi kesaksian Indrajaya ini, Djoko mengakui pernah menukar rumahnya dengan keris. “Memang benar 16 keris itu harganya Rp 1,7 miliar dengan kompensasi rumah,” ujar Djoko.
Seperti diketahui, selain didakwa melakukan tindak pidana korupsi, Djoko didakwa melakukan tindak pidana pencucian uang dengan menyamarkan hartanya yang diduga berasal dari tindak pidana korupsi. Harta kekayaan Djoko dianggap tidak sesuai dengan profilnya sebagai Kepala Korps Lalu Lintas Kepolisian RI.
Sumber : Kompas